Rabu, 16 November 2016

Analisa Film "TRAGEDI TRISAKTI 1998"

NAMA : RIZA NUR AZIZAH
NPM   :C1021511RB4008
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


ANALISIS FILM “TRAGEDI TRISAKTI 1998”
Mei 1998, terjadi kemiskinan menerpa Asia Timur. Indonesia mengalami krisis ekonomi dengan meningkatnya inflasi dan pengangguran yang membuat rakyat tercekik dan tersiksa dari kegagalan pemerintah yang lamban dan merajalelanya korupsi. Di tambah lagi percikan kemarahan dan kebencian akan pemerintahan soeharto yang kembali dilantik dan berseru tentang reformasi politik dan ekonomi tapi kenyataannya malah melakukan sidang  kabinet pembangunan yang berisi anggota keluarga dan kroni-kroninya sehingga mahasiswa menuntut sidang rakyat dengan perwakilan terpercaya. Namun, tanpa mempedulikan kemarahan dan protes dari mahasiswa sidang tersebut tetap dilakukan dan membuat aksi demonstrasi yang agresif dengan turun ke jalan dan berkumpul di gedung MPR. Terpilihnya kembali Soeharto pada bulan April tahun 1998, dituntut oleh mahasiswa untuk melakukan pemilihan ulang.
Awalnya mahasiswa melakukan aksi damai dengan pihak polri, akan tetapi aparat keamanan malah menghambat dan menghujani tembakan peluru sehingga mahasiswa panik dan marah karena menyebabkan 4 rekannya tewas tertembak dan belasan orang luka-luka. Kericuhan yang terjadi saat para demonstran panik karena rentetan tembakan memicu kekacauan yang marak di seluruh Indonesia mengakibatkan lengsernya Soeharto dari kursi jabatannya karena tidak dapat mengendalikan kerusuhan tersebut dan digantikan dengan wakilnya yaitu B. J Habibie. Akan tetapi, pergantian pemimpin tersebut ditolak mentah-mentah oleh para demonstran karena mereka tau Habibie merupakan kroni Soeharto dan menyebutnya sebagai King Korupsi. Kemunduran Soeharto tidak lepas begitu saja, dia di lindungi oleh militer dan kroninya yang berkuasa sehingga mahasiswa menuntutnya agar melakukan penyelidikan terhadap kekayaan Soeharto.
Mahasiswa melakukan demonstrasi dan meneriakkan sebagai aspirasi rakyat namun mereka malah mendapat perlawanan yang kasar dari para aparat dan difitnah sebagai komunis karena dianggap menimbulkan kekacauan. Aparat keamanan bereaksi berlebihan dan menggunakan senjatanya terhadap aksi demonstrasi damai, mereka menganggap mahasiswa sebagai musuh Negara yang tidak bisa diatur.
Mahasiswa menyebarkan bunga sebagai demonstrasi yang tertib dan menganggap Militer maupun ABRI sebagai pembela penguasa dibandingkan membela rakyat. Mahasiswa berharap akan kekuatan transitional masyarakat Indonesia  yang memiliki integritas tinggi dan bersama-sama mendahulukan kepentingan bersama, bersatu mensejahterakan Indonesia dan membebaskan diri dari para penguasa yang gila kekuasaan untuk kepentingan sendiri.
Meskipun terjadi pertumpahan darah, penyerangan brutal dari pihak para aparat, mahasiswa tetap maju dan menghadapinya tanpa perlawanan senjata dan mengakibatkan korban saling berjatuhan. Perlawanan tersebut memberi kemenangan kepada pihak aparat sehingga mereka bersorak bahagia dan menyanyikan mars ABRI, bersama dengan para demonstran yang menyanyikan lagu perjuangan atas gugurnya para korban demonstrasi dalam aksi reformasi dengan penghayatan yang dalam. Aksi mahasiswa terhadap revolusi menuntut keadilan dan keterbukaan untuk mengadili Soeharto dan menurunkan Habibie.
Di taman Ria, mahasiswa kembali turun ke jalan untuk membalas perlakuan kasar militer yang melakukan penyerangan dan penyerbuan tembakan yang membabi buta terhadap rekan mereka yang dipukuli, ditendang, diinjak bahkan melakukan tindakan asusila yang sangat menyimpang yaitu melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi yang dilakukan oleh aparat keamanan yang melakukan revolusi bukan dengan reformasi damai dan sengaja memancing konfrontasi sehingga para aparat kaget menghadapi mahasiswa yang tak lagi gentar. Pihak demonstran yang tidak bisa terkontrol dan menembus garis batas polisi menyerang pihak aparat dan melakukan perusakkan, penjarahan, dan pembakaran ban.
Balas dendam, tekad, keberanian, dan kemarahan yang tak terkontrol para demonstran dalam melawan aparat tanpa terkendali.


NILAI SOSIAL YANG TERJADI DALAM PERISTIWA TERSEBUT
Tragedi Trisakti dan Semanggi ini merupakan contoh sifat disosiatif yang berbentuk pertentangan atau konflik, yaitu perjuangan kelompok sosial untuk memenuhi tujuannya. Pada tragedi Trisakti dan Semanggi, mahasiswa dan aparat keamanan mempunyai tujuan yang berbeda. Mahasiswa menginginkan aspirasi mereka dipenuhi sedangkan aparat keamanan bertujuan melaksanakan tugasnya, mengamankan keadaan. Dalam pertentangan atau konflik perasaan dapat mempertajam perbedaan tersebut sehingga perbedaan ini memuncak dan mengakibatkan konflik antar kelompok yang berusaha saling menghancurkan lawan dengan ancaman atau kekerasan. Dalam Tragedi Trisakti, orasi yang disampaikan mahasiswa membuat emosi para aparat keamanan, sehingga terjadilah penembakan yang dilakukan aparat keamanan terhadap para mahasiswa. Sedangkan dalam Tragedi Semanggi, para mahasiswa dendam atas penembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan, sehingga perasaan dendam itu memicu terjadinya Tragedi Semanggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar