NAMA : RIZA NUR AZIZAH
NPM :C1021511RB4008
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
ANALISIS FILM “TRAGEDI TRISAKTI 1998”
Mei 1998, terjadi
kemiskinan menerpa Asia Timur. Indonesia mengalami krisis ekonomi dengan
meningkatnya inflasi dan pengangguran yang membuat rakyat tercekik dan tersiksa
dari kegagalan pemerintah yang lamban dan merajalelanya korupsi. Di tambah lagi
percikan kemarahan dan kebencian akan pemerintahan soeharto yang kembali
dilantik dan berseru tentang reformasi politik dan ekonomi tapi kenyataannya
malah melakukan sidang kabinet
pembangunan yang berisi anggota keluarga dan kroni-kroninya sehingga mahasiswa
menuntut sidang rakyat dengan perwakilan terpercaya. Namun, tanpa mempedulikan
kemarahan dan protes dari mahasiswa sidang tersebut tetap dilakukan dan membuat
aksi demonstrasi yang agresif dengan turun ke jalan dan berkumpul di gedung
MPR. Terpilihnya kembali Soeharto pada bulan April tahun 1998, dituntut oleh
mahasiswa untuk melakukan pemilihan ulang.
Awalnya
mahasiswa melakukan aksi damai dengan pihak polri, akan tetapi aparat keamanan
malah menghambat dan menghujani tembakan peluru sehingga mahasiswa panik dan
marah karena menyebabkan 4 rekannya tewas tertembak dan belasan orang
luka-luka. Kericuhan yang terjadi saat para demonstran panik karena rentetan
tembakan memicu kekacauan yang marak di seluruh Indonesia mengakibatkan
lengsernya Soeharto dari kursi jabatannya karena tidak dapat mengendalikan
kerusuhan tersebut dan digantikan dengan wakilnya yaitu B. J Habibie. Akan
tetapi, pergantian pemimpin tersebut ditolak mentah-mentah oleh para demonstran
karena mereka tau Habibie merupakan kroni Soeharto dan menyebutnya sebagai King
Korupsi. Kemunduran Soeharto tidak lepas begitu saja, dia di lindungi oleh
militer dan kroninya yang berkuasa sehingga mahasiswa menuntutnya agar
melakukan penyelidikan terhadap kekayaan Soeharto.
Mahasiswa melakukan
demonstrasi dan meneriakkan sebagai aspirasi rakyat namun mereka malah mendapat
perlawanan yang kasar dari para aparat dan difitnah sebagai komunis karena dianggap
menimbulkan kekacauan. Aparat keamanan bereaksi berlebihan dan menggunakan
senjatanya terhadap aksi demonstrasi damai, mereka menganggap mahasiswa sebagai
musuh Negara yang tidak bisa diatur.
Mahasiswa
menyebarkan bunga sebagai demonstrasi yang tertib dan menganggap Militer maupun
ABRI sebagai pembela penguasa dibandingkan membela rakyat. Mahasiswa berharap
akan kekuatan transitional masyarakat Indonesia
yang memiliki integritas tinggi dan bersama-sama mendahulukan
kepentingan bersama, bersatu mensejahterakan Indonesia dan membebaskan diri
dari para penguasa yang gila kekuasaan untuk kepentingan sendiri.
Meskipun
terjadi pertumpahan darah, penyerangan brutal dari pihak para aparat, mahasiswa
tetap maju dan menghadapinya tanpa perlawanan senjata dan mengakibatkan korban
saling berjatuhan. Perlawanan tersebut memberi kemenangan kepada pihak aparat
sehingga mereka bersorak bahagia dan menyanyikan mars ABRI, bersama dengan para
demonstran yang menyanyikan lagu perjuangan atas gugurnya para korban demonstrasi
dalam aksi reformasi dengan penghayatan yang dalam. Aksi mahasiswa terhadap
revolusi menuntut keadilan dan keterbukaan untuk mengadili Soeharto dan
menurunkan Habibie.
Di taman
Ria, mahasiswa kembali turun ke jalan untuk membalas perlakuan kasar militer
yang melakukan penyerangan dan penyerbuan tembakan yang membabi buta terhadap
rekan mereka yang dipukuli, ditendang, diinjak bahkan melakukan tindakan
asusila yang sangat menyimpang yaitu melakukan pelecehan seksual terhadap
mahasiswi yang dilakukan oleh aparat keamanan yang melakukan revolusi bukan
dengan reformasi damai dan sengaja memancing konfrontasi sehingga para aparat
kaget menghadapi mahasiswa yang tak lagi gentar. Pihak demonstran yang tidak
bisa terkontrol dan menembus garis batas polisi menyerang pihak aparat dan
melakukan perusakkan, penjarahan, dan pembakaran ban.
Balas
dendam, tekad, keberanian, dan kemarahan yang tak terkontrol para demonstran
dalam melawan aparat tanpa terkendali.
NILAI SOSIAL
YANG TERJADI DALAM PERISTIWA TERSEBUT
Tragedi
Trisakti dan Semanggi ini merupakan contoh sifat disosiatif yang berbentuk
pertentangan atau konflik, yaitu perjuangan kelompok sosial untuk memenuhi
tujuannya. Pada tragedi Trisakti dan Semanggi, mahasiswa dan aparat keamanan
mempunyai tujuan yang berbeda. Mahasiswa menginginkan aspirasi mereka dipenuhi
sedangkan aparat keamanan bertujuan melaksanakan tugasnya, mengamankan keadaan.
Dalam pertentangan atau konflik perasaan dapat mempertajam perbedaan tersebut
sehingga perbedaan ini memuncak dan mengakibatkan konflik antar kelompok yang
berusaha saling menghancurkan lawan dengan ancaman atau kekerasan. Dalam
Tragedi Trisakti, orasi yang disampaikan mahasiswa membuat emosi para aparat
keamanan, sehingga terjadilah penembakan yang dilakukan aparat keamanan
terhadap para mahasiswa. Sedangkan dalam Tragedi Semanggi, para mahasiswa
dendam atas penembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan, sehingga perasaan
dendam itu memicu terjadinya Tragedi Semanggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar